14 July, 2005

Menyibak hikmah

Peristiwa demi peristiwa silih berganti, Selesai satu persoalan muncul persoalan yang lain, Ada yang menyenangkan tetapi juga banyak yang terasa pahit. Bagaimana menyikapinya? Jika peristiwanya menyenangkan, tidak ada soal sebab setiap orang mampu meng-hadapinya.

Akan berbeda kalau persoalannya terasa pahit, setiap orang memiliki perbedaan cara menyikapinya. Ada yang mampu menahan diri, ada juga yang tidak. Persoalan yang tidak menyenangkan itu banyak ragamnya, bisa berupa kegagalan membangun rumah tangga, studi, mencari pekerjaan, dsb atau berupa musibah, bencana, dan sebagainya. Semua itu pasti terjadi. Sebab, peristiwa baik dan buruk sama halnya dengan pergantian siang dan malam, Atau persis seperti keluar masuknya nafas. Mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, semua itu pasti terjadi, Gagal dan sukses merupakan dua sisi mata uang kehidupan yang saling melengkapi. Begitu juga perasaan susah dan senang, sedih atau gembira, rezeki seret atau lancar, dsb. Semua itu selalu kita jumpai.

Dalam melihat segala sesuatu, kita hendaknya membacanya dari kacamata positif. Kalau sedang gagal segera merenung atas kejadian itu guna menyibak apa rahasia di balik kegagalahnya tersebut. Orang bijak sebelum tidur selalu merenung. Dari sana menemukan "mutiara" kehidupan. Mereka mengetahui di balik kegagalan pasti ada hikmah luar biasa.

Dalam pandangan orang luas ilmu, sebenarnya tidak ada kata gagal. yang ada, sukses yang tertunda, Grafitti mengatakan, "Saya tidak gagal. Saya sukses memberi contoh tentang kejadian yang tidak baik kepada orang lain," Begitu Grafitti menafsiri kegagalan yang pernah dialaminya.

Andaikan seseorang tidak pernah mengalami kegagalan, maka mereka tidak akan merasakan apa yang disebut sukses. Atau kita berbaik sangka saja kepada Tuhan, bahwa di balik kegagalan pasti ada rahasia besar yang ingin ditunjukkan kepada hamba ini. Misalnya, kalau seseorang selalu diberi kesuksesan tanpa henti, bisa jadi dia menjadi kufur nikmat sebab tidak merasa bahwa keberhasilan itu datang dari Yang Maha Kuasa.

Maka, Rasulullah SAW tenang saja menghadapi reaksi sahabatnya ketika bercerita kisah dua raja, yang satu kafir yang satu mukmin, Nabi menceritakan, kedua raja tersebut oleh Allah diberi penyakit (sakit). Tetapi ada perbedaan "perlakuan". Raja iman tidak sembuh-sembuh sedang raja kafir cepat sembuh, Obatnya mudah, berupa ikan di laut.

Kedua raja memerintahkan rakyatnya menangkap ikan di laut untuk obat, Ketika rakyat raja kafir datang ke laut, ikan 'obat' itu menepi sehingga dengan mudah menangkapnya dan diberikan kepada raja untuk disantap, dan raja tadi sembuh. Sedang untuk raja iman, diberi kesulitan tersendiri ikan menjauh sampai ke air yang dalam sehingga rakyatnya tidak bisa menangkapnya. Mereka pulang dengan tangan hampa dan rajanya pun tetap sakit, Sampai di sini para sahabat nabi lantas protes. Mereka melihat ada ketimpangan perlakuan. Di mana letak keadilan Allah, raja kafir sembuh sedang raja iman tetap sakit.

Ternyata, menurut nabi justru di situ letak "rahasia" pertolongan Allah. Terhadap raja kafir dengan disembuhkan dari sakitnya tersebut dia terus bergelimang maksiat dan lupa syukur sehingga kelak di akhirat tinggal memasukkan ke neraka. Sedang raja iman dengan sakitnya itu tetap sabar sehingga dosa-dosanya diampuni Allah. Kelak, Allah tinggal memasukkan raja ini ke surga. Inilah hikmahnya.

Maka, dalam melihat segala sesutu hendaknya kita menjadi orang arif. Jangan mudah menyalahkan Allah, mengutuk sesama, dan berputus asa. Kalau kebetulan kita sedang mengalami kejadian yang menyenangkan, jangan sampai membusungkan dada, tetaplah bersyukur. Dan kalau yang dialami menyakitkan, jangan putus asa, tetapi berupaya semakin dekat kepada Allah dan bersabar, Yakiniah Allah tidak akan memberi beban kepada hambaNya melebihi kemampuannya.

Nah, sekarang bagaimana perasaan kita melihat peristiwa Aceh? Apakah termasuk orang yang bisa memetik hikmah di balik kejadian itu atau justru menjadi tukang kutuk kepada sesama. Belakangan banyak orang mengutuk orang Aceh, Kata mereka, kejadian tersebut sebagai adzab Allah kepada warga di sana. Betulkah ada? Bisakah mempertanggungjawabkan ucapannya itu, Kalau tidak jangan mengutuk mereka.

Dalam situasi seperti ini, ada baiknya kita memperbanyak melakukan perenungan (kontemplasi diri) dengan tujuan agar bisa menyibak setiap apa saja yang kita alami, kita lihat, dan kejadian di manapun dalam rupa seperti apapun. Semua itu merupakan tempaan terhadap insan beriman agar lebih kuat lagi imannya, Di sini beda orang beriman dengan yang kufur. Orang beriman dalam menyikapi semua kejadian karena di hatinya ada Allah, maka semua itu dianggap sebagai 'sapaan' Allah kepada dirinya yang sedang dikasih sayangi. Sembari menyibak rahasia di balik kebesaran Allah, orang beriman akan terus berupaya agar dia semakin dalam menenggelamkan diri dalam agama. Dia sadar bahwa "Agama hanya dapat dirasakan oleh orang yang menegakkan dia dalam dirinya." Agama bukan teori, agama harus diamalkan. Dan hanya bagi mereka yang mengamalkan ajaran agamalah yang merasakan kedamaian jiwa.

Orang beriman akan selalu berupaya memperjuangkan keyakinannya agar bisa tegak, dan menjadi amalan kesehariannya. Sebab mereka sadar, bahagia dan sa'adah hanya akan dirasakan oleh orang-orang yang membela keyakinan, kebenaran dan keadilan. Tanpa bersedia membela keyakinan, kebenaran dan keadilan, nilai‑nilai agama jauh dari diri kita, seperti jarak panggang dengan api. Selain itu, dia yakin bahwa kesabaran dan ketahanan berjuang hanya akan diberikan kepada mukmin yang mendekatkan dirinya kepada Allah Swt. Sehinga mereka berupaya tegak dengan keyakinan dan perjuangan, karena makna dan guna hidup terletak pada keyakinan dan perjuangan.

Imam AlGozali, setelah bertahun-tahun menjadi rektor, perjalanan berikutnya mendidik jiwanya sendiri. Cara yang dilakukan adalah uzlah (menyendiri) di atas menara melakukan perenungan untuk mencari rahasia kehidupan. Dia berupaya membersihkan jiwa dari hiruk pikuk duniawi yang direguknya setiap saat. Di tempat yang sepi, Imam AIGozali menemukan kedamaian. Semua inspirasi, ide, dan pikiran bermunculan setelah merasa dekat dengan Allah. Nah, sudah waktunya bagi kita melakukan perenungan dalam rangka menguak tabir rahasia hidup. Bisakah?

Wallahu Alam

No comments: